TARIKH

99 Kyai Kharismatik NU

KH. BISRI MUSTHOFA
REMBANG
Wafat: 1397 H / 1977 M

 

BERJUALAN TAS

Dalam kondisi ekonomi morat-marit, Kiai Bisri Musthofa bersama keluarganya meninggalkan Rembang. Oleh sesama teman tentara Hizbullah, Kiai Bisri Musthofa disarankan untuk istirahat dan berobat. Dengan bekal uang pemberian temannya, ia beserta keluarga meninggalkan markas. Semua, maksud utamanya adalah berobat. Kiai Bisri sakit mata dan memerlukan kornea untuk dicangkokkan. Karena perbekalan habis di perjalanan, maka keluarga Kiai Bisri Musthofa tidak rnampu kembali ke Rembang. Dari Solo dan Yogyakarta mereka berangkat ke Jombang. Konon di sana ada seorang tabib kondang.

Selama berobat, keluarga Kiai Bisri Musthofa tinggal di Pare, mondok di rumah Mak Puk, karena rumah sang tabib terlalu sempit untuk menampung mereka. Setiap minggu Kiai Bisri pergi sendirian ke Jombang untuk konsultasi dengan tabib dan menanyakan apakah sudah berhasil rnemperoleh sumbangan kornea. Tabib berkata, “Masih menunggu dari rumah sakit”. Sampai enam bulan, ikhtiar itu tidak berhasil juga.

 

BERJUALAN JAMU KUAT

Sekembalinya ke Rembang, Kiai Bisri mencoha bangkit membangun kehidupan baru. Ia memilih berdagang garam. Namun lagi-lagi ia jatuh. Satu gerbong garam yang dikirim ke Babat mengalami kegagalan, karena Belanda kembali menyerbu Rembang.

Kiai Bisri Musthofa meracik adonan itu dengan jagung. Mula-mula jagung dan merica digoreng agak gosong, lalu ditumbuk. Setelah lembut ia aduk dengan gula dan minyak sampai rata, jadilah jamu kuat, yang ia beri nama Ma’jun. Di samping itu, Kiai Bisri juga membuat obat koreng.  Bahan bakunya lemak sapi dan minyak jarak, digodok sampai lumat hingga menjadi semacam paslin, jadilah obat koreng.

 

PERLAWANAN TERHADAP AGRESI BELANDA

Masa menjelang kemerdekaan, KH. Bisri Musthofa mendapat tugas dari PETA (Pembela Tanah Air). Ia berpidato tentang kemerdekaan di seluruh Karesidenan Pati. Ketika  terjadi pergolakan, KH. Bisri Musthofa ikut menyerbu ke Sayung bersama barisan Hizbullah dan Sabilillah. Sewaktu di Jawa Tirnur terjadi Madiun Affair (1949), Rembang pun termasuk daerah yang saat itu dikuasai tentara merah. KH. Bisri Musthofa kemudian mengerakkan 4 Batalyon Hizbullah dari Jawa Timur, yaitu Batalyon Sudirman, Batalyon Khalil Hasyim, Batalyon Abdullah dan Brigade S, yang berhasil mengusir tentara merah dari Rembang. Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Urusan Agama dan Ketua Pergadilan Agama Rembang. Menjelang kampanye pemilu 1955, jabatan tersebut ditinggalkan dan mulai aktif di partai NU. Dalam hal ini ia menyatakan, “Tenaga saya hanya untuk partai NU”. Di samping itu ia juga menulis buku.

 

ANTARA TEKSTUALITAS DAN RASIONALITAS

Tidak dapat dipungkiri, dalam lingkungan kaum muslimin ada dua kecenderungan berpikir, yaitu tekstualis – skriptualistik dan rasional. Kelompok tekstualis selalu menjadikan ayat al-Qur’an dan hadits apa adanya sebagai dasar argumen, berpikir, dan bersikap. Sementara kelompok rasionalis selalu memberikan interpretasi rasional terhadap teks-teks keagamaan berdasarkan kemampuan akalnya.

KH. Bisri Musthofa tidak termasuk di antara kedua kelompok di atas. KH. Bisri Musthofa lebih cenderung berada di tengah-tengah antara tekstual-skripturalis dan rasionalis. Sebagaimana terlihat jelas dalam kitab tafsirannya al-Ibriz. KH. Bisri selalu memberikan tafsiran terhadap ayat-ayat mutasyabbihat dengan mengambil beberapa pendapat para mufasir desertai dengan argumen-argumen yang ia berikan sendiri. Dalam kitab tafsirnya itu tidak sedikit ditemukan uraian-uraian yang menyangkut ilmu sosial, logika, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya.

Di bidang Akhlak, KH. Bisri termasuk orang yang sangat memperhatikan kondisi kemerosotan moral generasi muda. Lewat karya-karyanya di bidang Akhlak itulah KH. Bisri menyampaikan nasihat-nasihatnya kepada generasi muda. Dalam kitab berbahasa Jawa Wichaya al-Abaa’a li al-Abna misalnya, ia memberikan tuntunan-tuntunan seperti sikap taat dan patuh kepada orang tua, kerapian, kebersihan, kesehatan, hidup hemat, larangan menyiksa binatang, bercita cita luhur dan nasihat-nasihat baik lainnya. Sementara dalam karya yang berbentuk syair Jawa, yaitu kitab Ngudi Susila dan Mitra Sejati, KH. Bisri Musthofa menekankan sikap humanisme, kemandirian, rajin menuntut ilmu dan lain lain.

 

PEMIKIRANNYA DI  BIDANG ILMU KALAM

KH. Bisri Musthofa memaknai iman dalam pengertian yang sangat luas. Menurutnya, iman menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Karena itu, dalam berbagai uraiannya mengenai iman, KH. Bisri Musthofa acapkali mengaitkannya dengan persoalan-persoalan ekonomi,sosial, budaya dan hukum Islam. Tetapi, secara umum karya-karya KH. Bisri di bidang llmu Kalam atau Tauhid ini menganut aliran Asy’ariah yang berkembang di lingkungan kaum muslimin Indonesia, yang kemudian dikenal dengan aliran Ahlussunnah wal jama’ah. Sebagaimana aliran Asy’ariah, KH. Bisri menempatkan akal dan wahyu secara seimbang. Kemampuan akal, menurutnya, sangatlah terbatas dan karena itu membutuhkan bimbingan wahyu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia. Dengan kata lain, akal tidak dapat menentukan bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib karena akal tidak membuat sesuatu menjadi harus atau wajib, sehingga wahyulah yang membawa kewajiban. Tetapi, menusia juga wajib menggunakan akalnya dengan baik. Pandangan yang cenderung ke arah Asyarianisme ini juga tampak jelas dalam persoalan lainnya, seperti soal qadla dan qadar. Menurutnya, perbuatan (ikhtiar) manusia dapat berpengaruh atas terwujudnya suatu perbuatan, meskipun pada akhirnya kehendak (kekuasaan) Tuhanlah yang menentukan. Atau dengan kata lain, manusia diberi kebebasan berbuat tetapi Tuhanlah yang menentukannya.

 

PEMIKIPANNYA DI BIDANG ILMU FIQH

Sedangkan pemikiran KH. Bisri Musthofa dalam bidang Fiqh terlihat dalam pandangannya mengenai Keluarga Berencana (KB). Menurutnya, manusia dalam berkeluarga diperbolehkan berikhtiar merencanakan masa depan keluarga sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Dalam pandangan KH. Bisri Musthofa, keluarga berencana diperbolehkan bila disertai dengan alasan yang pokok, yaitu untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, dan meningkatkan pendidikan sang anak.

Dalam bidang Fiqh, KH. Bisri Musthofa cenderung mengikuti madzhab Imam Syafi’i, misalnya masalah taqlid. Menurut KH. Bisri Musthofa, orang yang bertaqlid kepada Imam Syafi’i tidak harus mempelajari kitab-kitab yang diajarkan Imam Syafi’i. Namun taqlid dapat dilakukan dengan mempelajari kita-kitab yang disusun oleh para mujtahid madzhab atau multahid fatwa. Dengan demikian, orang yang mempelajari dan mengamalkan isi dan kitab Sullam, Safinah, Fath  al-Qarib, Fath al-Mu’in dan sejenisnya, dapat disebut sebagai penganut madzhab Imam Syafi’i. Ada pun yang dimaksud taqlid, menurutnya adalah berpegang dan atau mengamalkan keterangan mujtahid tanpa mengetahui dalilnya. Dan hukumnya wajib bagi orang-orang yang tidak mencukupi syarat-syarat sebagai mujtahid.

 

KARYA TULISNYA

KH. Bisri Musthofa banyak menulis buku. Hal ini, barangkali dilatarbelakangi salah satunya oleh kondisi semakin membludaknya jumlah santri, sementara pada saat itu sulit sekali ditemukan kitab-kitab atau buku-buku pelajaran untuk para santri. Berkat kemampuan, inisiatif dan kreatifìtas yang dimiliknya, KH. Bisri Musthofa berhasil menyusun dan mengarang banyak buku. Selain ditujukan untuk kalangan santri sebagai bahan pelajaran di pesantren yang dipimpinnya, karya-karyanya tersebut juga ditujukan untuk kalangan masyarakat luas di pedesaan yang aktif mengaji di surau-surau atau masjid di mana ia sering memberikan ceramah. Karena itu, bahasa yang digunakan KH. Bisri Musthofa dalam karya-karyanya tersebut disesuaikan dengan bahasa yang digunakan para santri dan masyarakat pedesaan, tepatnya menggunakan bahasa daerah Jawa), dengan tulisan huruf Arab Pegon (Arab Jawa), di samping ada beberapa karya yang menggunakan bahasa Indonesia.

Adapun jumlah karyanya yang ditinggalkan mencapai kurang lebih 54 buah judul, meliputi Tafsir, Hadits, Aqidah, Fiqh, Sejarah Nabi, Balaghah, Nahwu, Sharf, Kisah-kisah, Syi’iran, Do’a, Tuntunan Modin, Naskah Sandiwara, Khutbah-khutbah, dan lain-lain. Karya-karya tersebut dicetak oleh beberapa percetakan yang biasa mencetak buku-buku pelajaran santri atau kitab kuning. Di antaranya percetakan Salim Nabhan Surabaya, Progressif Surabaya, Toha Putera Semarang, Raja Murah Pekalongan, al-Ma’arif Bandung, dan yang terbanyak dicetak oleh percertakan Menara Kudus. Karyanya yang paling monumental adalah Tafsir al-Ibriz (tiga jilid), di samping kitab Sulamul Afham (empat jilid).

Ada pun bentuk karya tulisan KH. Bisri Musthofa dapat digolongkan ke dalam bebarapa macam, yaitu bentuk terjemahan, bentuk nazham dan karangan asli dalam bentuk esai. Karya-karyanya yang termasuk dalam kategori terjemahan, di anraranya adalah:

  1. Ruwaihat al-A qwam terjemah Aqidah al-Awam.
  2. Tarjamah Manzhumah al-Baiquni.
  3. Tarjamah Nazham Sullam Munawaraq fi al-Manthiq.
  4. Tarjamah aI-Fara’id al-Bahiyyah fi al-Qawa’id al Fiqhiyyah.
  5. Durar al-Bayan fi Tarjamah Syu’b al-Imam.
  6. Sullamul Afham.
  7. Al-Azwad al-Mushafawiyah.
  8. Tarjamab Jauhar Maknun.
  9. Tarjarnah Alfiyah Ibn Malik.
  10. Tiryaq al-Aghyar fi Tarjamah Burdah al-Muktar.

Karya-karya KH. Bisri Musthofa dalam bentuk nazham atau syair ada yang berbahasa Arab yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, dan ada pula dalam bentuk bahasa Jawa langsung. Tetapi, ada pula syair-syair yang berbahasa Arab. Di antara karya-karyanya yang termasuk dalam bentuk nazham ini adalah:

  1. Washaya al-A baa’a li al-Abna
  2. Mitera Sejati.
  3. Ngudi Susilo
  4. Kitab Syi’iran.

Sementara karya-karya KH. Bisri Musthofa dalam bentuk esai ada yang menggunakan bahasa Jawa dengan huruf Arab Pegon, dan ada pula yang menggunakan bahasa Indonesia dengan memakai tulisan huruf latin. Tulisan KH. Biri Musthofa dalam bentuk esai bahasa Jawa dimaksudkan sebagai bahan bacaan orang-orang pedesaan yang ingin mempelajari agama Islam. Ungkapan bahasanya mudah dipahami dan dicerna serta disesuaikan dengan kemampuan pemahaman masyarakat. Adapun karya-karyanya yang termasuk dalam bentuk ini adalah:

  1. AI-Idah al-Jumu’iyyah.
  2. AI-Haqibah
  3. An-Nibras.
  4. Imamuddin.
  5. Tarikh al-Auliya.
  6. Tuntunan Ringkas Manasik Haji.
  7. Islam dan Keluarga Berencana.

Karya-karya esai KH. Bisri Musthofa yang menggunakan bahasa Indonesia terutama untuk membahas masalah-masalah yang sifatnya baru, seperti karyanya tentang keluarga berencana, naskah drama, buku-buku humor dan sebagainya. Di antara karya-karyanya yang menggunakan bahasa Indonesia adalah; Islam dan Shalat, Risalah Ahlussunah Wal jama‘ah, Naskah Sandiwara, Metode Berpidato

 

Bersambung!

Dikutip dari: Buku 99 Kiai Kharismatik Indonesia Jilid 2 (Pustaka Anda Jombang, 2010)