TARIKH

99 Kyai Kharismatik NU

KH. TUBAGUS MUHAMMAD FALAK BIN ABBAS
BOGOR
Wafat: 1392 H/ 1972 M

 

KELAHIRANNYA

KH. Tubagus Muhammad Falak, lahir pada tahun 1258  H, atau 1824 M di Desa Sabi, Pandeglang, dan meninggal tahun 1329 H/ 1972 M. Ayahnya KH, Tubagus Abbas, dan Kakeknya Kiai Tubagus Mu’min Abdul Hamid, adalah dua Ulama besar dan bangsawan terkenal di Daerah Banten dan mempunyai hubungan kerabat dengan keluarga kesultanan Banten. Dari keduanya mengalir darah kebangsawanan dan keulamaan sekaligus. lbunya bernama Ratu Quraisyin, berasal dari Daerah Pandeglang, juga masih keturunan Sultan Banten.

Kesultanan Banten pada masa kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1695 M) telah disinggahi seorang ulama tarekat yaitu Syekh Yusuf (1625-1669 M) dari Makasar. Sultan Ageng Tirtaryasa bersama Syekh Yusuf melakukan perang melawan Belanda yang dibantu oleh pangeran Purbaya, Pangeran Kidul, Pangeran Rujimah, serta Pangeran Mantare dan Pangeran Jaya Rimbang.

Pangeran Mantare dan Jaya Rimbang adalah nenek moyang yang menjadi garis keturunan KH. Tubagus Muhammad Falak. Makam kedua pangeran ini berada di Sabi, tempat kelahiran KH. Tubagus Muhammad Falak. Sampai sekarang makam tersebut masih diziarahi banyak orang.

KH. Tubagus Muhammad Falak pada masa kecilnya hanya dipanggil “Muhammad”. Namun setelah ia dianggap berhasil menguasai ilmu Hisab dan Ilmu Falak, la mendapat gelar “Falak” yang merupakan pemberian salah seorang gurunya di Mekkah, yaitu Syekh Afandi Turki.

 

BELAJAR LANGSUNG DARI AYAHNYA

Pendidikan dasarnya diperoleh langsung dari ayah dan kakeknya. la ditempa beragam ilmu agama khas pesantren. Pada masa-masa pertama pendidikannya, ia telah menyelesaikan pengajian beberapa kitab, antara lain; Fathul al Mu’min, Safinatu an-Najah, Syarh Sittin, Sullam at-Taufiq, al-A njurumiyah, dan Awamil.

 

KE MEKKAH (PERTAMA)

KH. Tubagus Muhammad Falak sejak usia muda mendapatkan pendidikan agama Islam dari kedua orang tuanya dan beberapa kiai di Banten. Pada usia 15 tahun, atas dorongan kedua orang tuanya ia meninggalkan tanah kelahirannya menuju Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji dan sekaligus menuntut ilmu. Selama 21 tahun, ia bermukim di Mekkah dan Madinah. la memanfaatkan waktu selama itu untuk belajar berbagai ilmu agama dan para maha guru yang cukup terkenal pada masa itu.

 

GURU-GURUNYA DI MEKKAH

Di Mekkah, KH. Tubagus Muhammad Falak mempelajari ilmu al-Qur’an, ilmu tafsir, dan ilmu Fiqh kepada Syekh Nawawi al-Bantani dan Sayyid Mansur al-Madani. Mengenai ilmu Hadits, ia belajar kepada Sayyid Amin al Qutbi. sedangkan ilmu tasawwuf,  ia belajar kepada Sayyid Sa’id al-Yamani dan Sayyid Abdullah Zawawi. Sedangkan ilmu tarekat ia pelajari dari Syekh Umar Badjened dan Syekh Ahmad Djaha. Ia juga belajar ilmu falak secara khusus kepada Sayyid Afandi Turki. Selanjutnya ia kembali memperdalam pengetahuan Fiqhnya kepada Sayyid Ahmad Habsyi dan Sayyid Ahmad Ba’arum, keduanya berasal dari Etiophia.

Selain menimba ilmu dari para guru di atas, ia juga banyak berguru pada ulama-ulama besar lainnya, seperti Sayyid Abdul Fattah Mekkah. Syekh All Jabrah Mina, Syekh Abdul Karim Agung, Syekh idrus Menes, Syekh Nawawi Caringi, Syekh Hasan Marzuki Garut, Syekh Abdul Karim Tanahara, Syekh Sofyan Citeras, Syekh Sholih Sanding Banten, Syekh Arsyudin Pandeglang, Syekh Sadzili, Syekh Mukhtar, Bogor, Syekh Nawawi Tanahara, Syekh Abdul Halim Pandeglang, Syekh Ahmad Habsyi, Syekh Jabarruti, Syekh Imam Yahya al-Yamani.

Sewaktu di Mekkah dan Madinah, KH. Tubagus Muhammad Falak tergolong murid yang pandai. Pada usianya yang ke 36, ia benar-benar telah  menguasai ilmu Tafsir, Hadits, Fiqh, Sharaf, Nahwu, Balaghah, Hikmah, Tasawuf, dan ilmu agama lainnya.

Selama belajar di Mekkah, ia belajar bersama-sama KH.Hasyim Asyari (Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jawa Timur dan pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama), KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Organisasi Muhammadiyah)

 

JAGO DALAM ILMU BELA DIRI

Setelah 21 tahun lebih berada di Mekkah dan Madinah, KH. Tubagus Muhammad Falak kemudian kembali ke Banten dan menetap di Pagentongan, Bogor serta mendirikan Pesantren Pagentongan di Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Di pondok pesantren ini, selain mengutamakan ilmu-ilmu agama, ia juga banyak menguasai ilmu bela diri baik secara fìsik maupun batin. Bahkan pendidikan bela diri sengaja diajarkan kepada para santrinya mengingat rawannya perampokan yang terjadi di daerah tersebut. Kemahirannya atas ilmu bela diri telah melambungkan namanya sebagai salah seorang “Pendekar” yang disegani di wilayah Jawa Barat. Ia juga mengajarkan kepada murid-muridnya agar senantiasa bangun sebelum waktu subuh dan melaksanakan mandi pagi dengan wiridan tertentu yang diyakini bukan hanya memberikan kesehatan dan panjang umur, namun juga kekuatan selama hidup hingga menghadap kehadirat Allah.

 

MENIKAH

KH. Tubagus Muhammad Falak selama hidupnya telah menikah tujuh kali. Diantaranya dengan Nyai Fatimah binti Haji Ramli, putri seorang hartawan dari Kampung Gentong. Dari perkawinanya ini, ia dikaruniai seorang putra tunggal bernama Thohir Falak. Sedangkan beberapa orang istri lainnya, yaitu Siti Tjiwaringin, Maimunah, Mimi Ciomas, dan Ibi Pangeton. Dengan Siti  jiwaringin  tidak meninggalkan keturunan. Dengan Maimunah, ia mempunyai lima orang anak yaitu: Mintarsih, Titi, Cecep Fakhruddin, Agus Farurrahman, dan Titin. Dengan Mimi Ciomas memperoleh lima orang anak yaitu : Dedeh Badriyah, Umi Kalsum, Lah Saidah, dan Eus Salbiah. Sedangkan dengan ibu Pengeton, ia memperoleh dua orang anak yaitu: Asep Syarifuddin dan Amanah.

 

MENDIRIKAN PONDOK PESANTREN

Sejak kepulangannya ketanah air, KH. Tubagus Muhammad Falak menetap di Kampung Gentong dan mendirikan pesantren. Pada tahun 1890, KH. Tubagus Muhammad Falak kembali pergi ke Mekkah untuk memperdalam pengetahuan agamanya selama 15 tahun. Setelah menetap 15 tahun di Mekkah (1892-1907), ia kembali ke Indonesia menetap sebentar di Sabi Banten dan kemudian kembali ke Pagentongan, Bogor.

Pada 1911-an, ketika tersiar pembentukan Syarikat Dagang Islam (SDI), KH. Tubagus Muhammad Falak mengikuti pertemuan ulama-ulama di Cibinong, Bogor guna merespon gerakan Syarikat Islam. Pada waktu itu, ia berusia 69 tahun. Intensitas pertemuan dan dialog dengan HOS Tjokroaminoto (pendiri SDI) ternyata makin memperkokoh dan meningkatkan keterlibatan dirinya dalam gerakan kemerdekaan bangsa.

 

MENYAKSIKAN PENYERBUAN WAHABI KE MEKKAH

Pada tahun 1924, KH. Tubagus Muhammad Falak berangkat lagi ke Mekkah. la menyaksikan penyerbuan yang dilakukan Wahabi ke Mekkah di bawah pimpinan Ibn Sa’ud, yang akhirnya mengalahkan Syarif Husain. Selain menyaksikan kemenangan Ibn Sa’ud dan kekalahan Syarif Husain, ia juga menyaksikan bagaimana pemerintahan lbn Sa’ud melarang segala bentuk amal-amal wirid dan amal-amal tarekat, termasuk melarang ziarah kubur, dan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Atas pelarangan tersebut, telah membekaskan perasaan prihatin yang mendalam pada dirinya. la meyakini bahwa pelarangan-pelarangan itu merupakan bentuk ekstrimitas dalam beragama sehingga biasa membahayakan kehidupan agama itu sendiri. Oleh sebab itu, secara intersif ia terus berupaya menjalin hubungan dan silaturahmi dengan tokoh-tokoh dan ulama-ulama yang anti ekstnimitas keagamaan, seperti KH. Abbas Buntet, Cirebon, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Maksum Laserri, KH. Bisri Syansuri, Denanyar, KH. Mahrus Ah, Lirboyo, Kediri dan KH. Wahab Chasbullah. Tokoh-tokoh ini kemudian menjadi tokoh NU dan pimpinan Nahdlatul Ulama.

 

BERANGKAT KE MEKKAH LAGI

Pada tahun 1927, KH. Tubagus Muhammad Falak kembali lagi ke Mekkah dan bermukim selama 9 tahun. Ia telah memiliki bangunan rumah di Jabal Qobes dan  di Syi’ib Ali. Selain ia banyak bergaul dengan ulama-ulama seangkatannya, ia juga amat dekat hubungannya dengan KH. Abdul Halim, KH. Amrin serta memiliki kedekatan hubungan dengan para habaib, seperti Habib Sholeh tangguh, Habib Umar Alatas, Habib Ah aI-Habsyi, Habib Abdullah bin Muhsin, Habib Abu Bakar Kwitang. Habib Alatas Bungur, Habib Idrus Pekalongan, Tuan Guru Zaenuddin lombok, Syekh Daud Malaysia, Syekh Yasin al-Padangi, Syekh Abdul Halim, Syekh Abdul Manam Palembang, Syekh Ahmad Ambon, Syekh Abdul Qodir Mandailing.

Selain pendidikan, ia juga menyalami tarekat. Petualangannya dalam dunia tarekat dimulai ketika ia belajar di negara Arab. Demikianlah, sejak itu ia berguru pada ulama di sana tentang ilmu tarekat. Pada masa belajarnya, ia banyak melakukan riyadlah (latihan) dengan berpuasa di siang hari dan melakukan iktikaf di Masjid Mekkah dan Masjid Madinah, Kebiasaan ini membuatnya terkenal di antara kawan-kawannya sebagai orang yang menguasai ilmu hikmah. Sejak itulah banyak rekan-rekannya yang berguru untuk belajar ilmu tasawuf.

 

BERJUANG MELAWAN PENJAJAH

Sebagai seorang yang berasal dan keturunan ulama dan bangsawan dalam berbagai aksi perlawanan terhadap penjajah Belanda di Banten, KH. Tubagus Muhammad Falak telah mewarisi sikap dan semangat anti penjajahan dari ayah dan kakeknya. Dengan itu, ia turut dalam aktivitas perlawanan terhadap penjajahan baik Belanda maupun penjajah Jepang di tanah air, khususnya di daerah Banten dan Bogor. Dalam perjuangannya ini ia dibantu oleh para santrinya. Bahkan pada masa penjajahan Jepang, banyak para santrinya yang bergabung dengan organisasi PETA (Pembela Tanah Air) dan Heiho.

Ketika pembentukan Laskar Hizbullah, KH. Tubagus Muhammad Falak terlibat sebagai pimimpinan di bidang kerohanian. Pada tanggal 15 Mei 1945, pusat latihan Hizbullah di tutup secara resmi oleh KH. Wahid Hasyim dan Abdul Kahar Muzakkir. Kemudian sentral gerakan Hizbullah dipindahkan ke Pagentongan, Bogor. Selanjutnya pesantren Pagentongan bertambah ramai ketika tokoh-tokoh NU bertemu di pesantren tersebut, seperti KH. Wahíd Hasyim, KH. Saefuddin Zuhri, KH. Masyur, KH. Idham Cholid yang menghasilkan keputusan mendirikan Nahdltul Ulama di Bogor, dan KH. Tubagus Muhammad Falak menjadi penasehatnya.

 

MERINTIS BERDIRINYA SEKOLAH FORMAL

Setelah kemerdekaan, pesantren yang didirikannya tetap menjadi basis utama perlawanan terhadap penjajah. Waktu itu, Pagentongan dijadikan sebagai markas Hizbullah dan Sabilillah wilayah Bogor, dan KH. Tubagus Muhammad Falak terjun langsung memimpin jalannya pertempuran melawan penjajah. Atas hal itu, praktis telah membuat aktivitas belajar mengajar di pondok tersebut berhenti. Lebih-lebih pondok tersebut dijadikan sasaran serangan tentara NICA. Pada tahun 1949, ketika revolusi fisik berakhir, KH.Tubagus Muhammad Falak kemudian memulai melakukan rehabilitasi bangunan pondok pesantren yang porak poranda akibat peperangan. Upaya rehabilitasi ini berlangsung hingga tahun 1953.

KH. Tubagus Muhammad Falak tergolong Kiai tradisional yang memiliki pemikiran visioner dan maju. Terbukti ia telah merintis berdirinya sekolah formal semisal Sekolah Dasar Islam, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan pendidikan Guru Agama. Proyek pegembangan pesantren ini mendapat dukungan dari pemerintah melalui Menteri Agama RI KH. Saefuddin Zuhri (1963). Semua hidupnya dengan keilmuan, keberanian, kesalehan dan  kesederhanaan menjadikan KH. Tubagus Muhammad Falak di anggap orang suci. OIeh karena itu, banyak santri yang berdatangan untuk mempelajari ilmu hikmah dan bahkan Presiden RI pertama, Ir. Soekarno serta warga masyarakat dan tokoh dari berbagai kalangan ikut mendatangi KH. Tubagus Muhammad Falak untuk bersilaturahim dan menerima nasehat serta amalan-amalan tertentu.

SANTRI-SANTRINYA YANG MENEKUNI TAREKAT

Di antara para santrinya yang berhasil mendirikan pesantren dan menekuni tarekat adalah: KH Samsuddin Sinagar, Cihedeung, Bogor, Kiai Abing dari Cibitung Bogor, Kiai Harun dari Jasinga, Bogor, Kiai Umar dari Leauwingang Bogor, Kiai Sabiluddin dari Ciomas Bogor; KH. Zamsyari dari Sidang Barang Bogor. KH. Hasyim dari Ciamea Bogor, KH. Ali dari Laladon, Cirus, Bogor; KH. Yusuf Jasir dari Banten; KH. Armi dan Cibuntu, Batu Bantar-Padeglang, Banten, KH. Surya dari Jambu, Leuwiliang, Bogor, dan Kiai Dahlan dari Jakarta.

 

PENYEBAR TAREKAT QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH

Dalam kelanjutan kegiatan pengembangan Tarekat Qadiriyyah wa Naqssyabandkyah, setelah dibaiat menjadi penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, KH. Tubagus Muhammad Falak ditujuk menjadi khalifah yang sah dari Syekh Abdul Karim, Banten baik di Mekkah maupun di Indonesia. Adapun silsilah atau sanad dari Mursyid Tarekat Qadariyah wa Naqsyabandiyah ini adalah urutan ke-35 sampai Nabi Muahammad SAW, yaitu dari Syekh Abdul Karim, Banten.

Syekh Ahmad Khatib Sambas dan seterusnya sampai ke Syekh Abdul Qadir Jaelani, Syekh Abu Sa’id al-Mubarok, Sayekh Abdul Hasan Al-Makari Terus sampai kepada Syekh Iman Ja’far Shidiq, Syekh Muhammad al-Bakìr, Syekh Zaenal Abidin, Sayidina Husen bin Fatimah al-Zahra, Sayidina Ali bin Abi Thalib lalu langsung ke Nabi Muhammad SAW.

 

Dikutip dari: Buku 99 Kiai Kharismatik Indonesia Jilid 2 (Pustaka Anda Jombang, 2010)