TARIKH

Ziarah Pemikiran Gus Dur

GUS DUR SANG DEMOKRAT SEJATI

Bagaimanapun juga, Gus Dur adalah sosok fenomenal dan kontroversial. Orang yang sering berbeda pendapat dengan pandangan masyarakat pada umumnya akan tetapi saat menjadi Presiden, keberadaan beliau juga merasuk di hati masyarakat. Begitulah kesan yang disambung oleh M.M Syafi’, Ketua Lakpesdam NU Kota Malang yang melengkapi perspektif pembacaan terhadap Gus Dur.

Menurut M.M. Syafi’’, dari latar belakang yang digeluti Gus Dur, setidak-tidaknya sebelum muktamar Situbondo, pada saat menjabat ketua PBNU, semasa menjadi dewan syuro PKB, menjadi presiden dan pasca menjadi presiden kekaguman terhadap Gus Dur itu sudah tumbuh di hati saya. “Jangankan saya, KH Tholhah Hasan, seorang Wakil Rais Am PBNU juga mengaku sebagai Gus Dur-ian”. Pada saat itu ada perbedaan pendapat antara Gus Dur dam KH Tholhah, ternyata pendapat yang benar dan terbukti adalah pendapat Gus Dur. Dalam konteks akidah Islam seperti ASWAJA yang terjaga dari kesalahan dan dosa adalah Rasulullah. Di sini tidak bermaksud mengkultuskan Gus Dur, maka perbincangan kita berupaya untuk mengungkap secara obyektif melalui perspektif yang berimbang.

M.M Syafi’’ kembali mengulas cerita terkait Gus Dur. Dia mulai mengenal sosok Gus Dur sebelum muktamar pada saat terpilihnya Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU. Awal mengetahui Gus Dur ia dapatkan dari sebuah kolumnis di KOMPAS saat itu. Kesan yang terlontar dari M.M. Syafi’’ tentang Gus Dur bahwa beliau seorang penulis yang kritis di sekitar rahun 1982-1983. Saat dimana ada kasus tanjung Priok dan pemboman di Borobudur. Di waktu itu Islam memiliki citra jelek terkait dengan peristiwa tersebut dan pemerintah justru ikut menyalahkannya. Gus Dur justru memiliki perbedaan sikap bahwa dia tidak membela Islam dan juga tidak menghantam balik Islam serta mengkritik pemerintah. Gus Dur ingin menunjukkan bahwa Islam itu adalah rahmatan lil ‘alamin.

Apalagi saat menjadi Ketua Umum PBNU, posisi Gus Dur lebih kuat. Bahkan ketika Arswendo Atmowiloto menerbitkan tabloid yang isinya mendiskreditkan Nabi Muhammad SAW, yang hampir dibunuh oleh sejumlah perwakilan Islam dan agar tabloit itu di bredel, justru Gus Dur-lah yang mengambil posisi pasang badan menolak pembredelan tabloit tersebut. M.Syafi’ mengulas bahwa mengapa Gus Dur tidak sepakat dengan pembredelan? Dari situ jelas tercermin bahwa Gus Dur sangat memberikan apresiasi terhadap seseorang dan memberi ruang bagi kebebasan berpendapat. Soal pendapat itu benar dan salah, hal itu adalah urusan lain. Ketika orang menyatakan pendapat yang berbeda, maka kita punya hak yang sama untuk menyatakan pendapat yang berbeda pula.

Suatu contoh misalnya, ketika Gus Dur menjadi presiden, dengan sikap yang menurut sebagian masyarakat dianggap kontroversial, Gus Dur dengan keunikannya tidak bergeming dalam mempertahankan pendapat dan kebijakan-kebijakannya. M. Syafi’ kembali berujar bahwa ketika itu terjadi kerusuhan di mana-mana, malah Gus Dur yakin dan tanpa ragu memerintahkan untuk menangkap Tommy Soeharto dan memerintahkan pula menangkap Abu Bakar Baasyir.

Situasi seru juga terjadi ketika Gus Dur diganjal pada saat pencalonan Presiden yang menganjurkan untuk menangkap orang-orang KPU, “mereka semua itu maling”. Terlepas kegagalan beliau maju kembali dari pencalonan Presiden yang kedua kalinya karena dipersulit persyaratannya oleh KPU. Melalui fakta yang berkembang toh pada akhirnya ada fakta yang membuktikan bahwa KPU koruptor semua. Akhirnya semua orang mengakui di belakang hari yang kemudian terbukti adanya koruptor di KPU. Gus Dur adalah orang yang cukup konsisten dengan yang diyakininya dan menunjukkan bahwa tidak ada sedikit ketakutan dengan siapapun, kecuali dengan Allah SWT. Selain itu, Gus Dur sangat komunikatif dengan masyarakat, dan hal itu berbekas ketika Gus Dur wafat. Beratus ribu masyarakat terlihat memberikan penghormatan terakhir.

Mengenai pandangan tentang pemberian gelar pahlawan bagi Gus Dur, menurut M.Syafi’, tidaklah terlalu diharapkan, yang terpenting adalah bagaimana sikap beliau menjadi sumber keteladanan bagi bangsa ini. Mengapa demikian ? karena dalam pengajaran norma-norma, keteladanan Gus Dur sangat mudah diterima, tidak terlalu sulit dan tidak juga berbelit-belit. Gus Dur lebih mementingkan atau menonjolkan implementasi norma-norma yang ada. M.Syafi’ mengingat mengenai prasangka jikalau setelah lengser dari kepresidenan, beliau akan membangun istana di Jombang. Gus Dur orangnya prosedural. Pada saat bersamaan Gus Dur menjadi presiden, Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Jombang, tempat asal Gus Dur tinggal, sedang mendirikan masjid. Sewajarnya jika masjid ini segera dibangun atas dukungan Presiden tempo itu, akan tetapi nyatanya Gus Dur tetap konsisten untuk mendapatkan prosedur sumbangan sebagaimana mestinya sehingga sampai Gus Dur berakhir masa berkuasa, masjid tersebut tetap belum jadi. Peristiwa ini menggambarkan bahwa tidak ada hubungan antara Gus Dur menjadi Presiden dengan dana pembangunan masjid.

Sebagai ulama pemimpin bangsa, Gus Dur cukup menjadi uswah. Apa yang benar dan salah tidak hanya pada apa yang dikatakannya akan tetapi dibarengi dengan implementasi atas ucapannya. Inilah yang menunjukkan bahwa Gus Dur adalah demokrat sejati karena beliau tidak menghalang-halangi terhadap hak – hak masyarakat pada umumnya. Suatu contoh bahwa sebagian umat Islam tidak mau menerima Ahmadiyah, namun justru Gus Dur muncul dengan pasang badan untuk melindungi Ahmadiyah. Persoalan keyakinan adalah hak mereka. Sepanjang kepercayaan itu tidak mengganggu kebebasan dan hak-hak orang lain maka tidak ada masalah atasnya.

Sebagai seorang negarawan, menurut M.M. Syafi’’, Gus Dur adalah seseorang konseptor yang mempunyai visi ke depan selevel dengan profesor doktor. Suatu contoh ketika Soeharto berkuasa dengan memberi keleluasaan munculnya BPPT, sebuah perusahaan yang memproduksi pesawat, Gus Dur adalah salah satu orang yang menolak kebijakan pembuatan BPPT karena dipertimbangkan bahwa rakyat tidak membutuhkan pesawat, akan tetapi memerlukan sepur (Kereta Api). Menurut M.M. Syafi’ penolakan itu karena keberadaan IPTN saat itu hanya bentuk proyek mercusuar, dan sekarang terbukti dengan penutupan IPTN. Bagi M.M. Syafi’ Gus Dur adalah seorang yang idealis, menaati prosedur sesuai dengan aturan yang ada. Beliau sangat konsisten dan konsekuen sampai akhir hayatnya.

Harapan yang lain muncul dari seorang Agus Basuki Rahmat, perwakilan dari LDII yang hadir dalam persaksian Gus Dur ini mengungkapkan mengenai keteladanan pluralisme bahwa “saya berharap dari pemikiran Gus Dur tentang pluralisme, kaum muda NU dan LDII bisa berdampingan”. Terilhami oleh ijtihadi Gus Dur, bahwa kita ini adalah sama sebagai seorang muslim dengan satu Nabi, Muhammad. Meskipun sempat diumpamakan mengenai persoalan maksum. Bagaimanapun sosok manusia pasti mempunyai kesalahan, demikian juga dengan Gus Dur. Namun demikian secara persolan saya berusaha membaurkan diri dalam pemikiran tentang nilai-nilai pluralisme yang dikembangkan oleh Gus Dur dapat dimanfaatkan dalam konteks kaum muda.

Agung Basuki Rahmat kemudian menegaskan bahwa Gus Dur itu tidak hanya milik NU, tetapi juga merasa menjadi milik LDII karena komitmen pada nilai-nilai kebangsaannya. Kedepan Agung Basuki Rahmat berharap keteladanan Gus Dur ini dapat menjadi penggerak berkumpulnya antara IPNU dan kaum muda LDII untuk memperbincangkan ide-ide mengenai pluralisme yang dikembangkan Gus Dur dalam mewarnai dinamika kebangsaan.

Sisi lain mengenai Gus Dur dipotret dari aktifis pergerakan, yakni Agus, mahasiwa aktifis PMII mencoba menempatkan analisis berbeda dalam melihat Gus Dur. Dia mengatakan “saya menjadi bagian dari orang yang mengagumi pemikiran atau perilaku Gus Dur”. Namun demikian sampai hari ini belum mampu untuk menjadi Gus Dur-ian. Ada beberapa hal yang menghambat saya untuk lebih lanjut mengagumi Gus Dur, baik pada pemikiran ataupun perilakunya. Pertama, Gus Dur ternyata seorang Muhammadiyah ketika beliau di kursi kepresidenan “Gus Dur tidak ubahnya sebagai robot”, ujar Agus. Berdasar analisisnya, Agus mengatakan kalau poros tengah yang dimobilisasi oleh PAN, yang salah satu poin penting waktu itu adalah rekonsiliasi umat Islam, maka gagasan yang dilandingkan PAN terkait poros tengah untuk mengangkat Gus Dur karena PAN tidak menemukan figur pemersatu saat itu.

Dalam hal tradisi pesantren dan keadaban seorang santri bahwa kepatuhan santri kepada kyai yang begitu tinggi merupakan tradisi yang tetap hidup, menurut Agus perspektif ini dicoba dilihat dalam menimbang sejarah Gus Dur. Agus mengilas balik ketika Gus Dur tampil di acara Kick Andy, bahwa Gus Dur pernah mengatakan tidak akan pernah menjadi Presiden ketika empat kyai (representasi suara langit), tidak menyuruhnya menjadi presiden. Bagi Agus kisah itu menyiratkan ada pemaksaan kehendak terhadap Gus Dur untuk merekonsiliasi umat Islam di Indonesia.

Menyoroti pemikiran Gus Dur, Agus membuat metafora lebih lanjut, bahwa Gus Dur memang sangat cerdas dan saya mengapresiasi kecerdasan beliau. Gus Dur diibaratkan kereta otomotif keluaran Jepang yang memiliki kecepatan supersonik, sementara gerbongnya adalah kereta ekonomi yang ada di Indonesia. Apa yang dipikirkan Gus Dur dan kebenarannya tidak mampu dijangkau oleh masyarakat awam di Indonesia. “Jikalau kebenaran menurut saya adalah ya sebagai relatif, maka kebenaran yang muncul dari gagasan Gus Dur juga sama relatifnya, dan itu artinya perspektif kebenaran Gus Dur tidak mesti dapat dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia”, tegas salah satu aktifis PMII dengan menggebu-gebu.

Sekian diskusi yang membahas Gus Dur,ada yang belum tersentuh sama sekali yaitu dalam dunia seni peran (teater). Menurut saya, “Gus Dur adalah figur yang sangat fenomenal dan penuh inspirasi. Satu sisi yang bisa saya potret dan akhirnya menjadi telaah, yaitu saat beliau menjadi presiden RI ke—4. Ada dua aspek perspektif yaitu politic education dan civil society education yang dirasakan dalam rangka pemberdayaan masyarakat pada saat itu. Hampir setiap hari masyarakat menantikan informasi terbaru terkait statement beliau. Bahkan menurut saya, wartawan media cetak atau televisi cukup diuntungkan dengan hal statemen Gus Dur. Masyarakat rela berlangganan koran dan menonton televisi setiap jam untuk menantikan informasi terbaru dari sosok Gus Dur. Kondisi tersebut berjalan natural, tanpa ada unsur buatan dan sulit ditandingi dengan pemimpin-pemimpin sekarang”. Begitulah uraian teatrikal yang digambarkan oleh Agus untuk mempertajam keunikan Gus Dur.

Bagi Agus Gus Dur termasuk pribadi yang pemaaf. Hal ini ditunjukkan dengan ucapan beliau dalam salah satu wawancara di media televisi ketika memberikan ucapan maaf kepada Amien Rais (Ketua MPR- saat itu). Kekaguman itu ditegaskan oleh Agus bahwa permintaan maaf kepada Amin Rais, yakni orang yang berperan besar dalam pemakzulan (impeachment) dirinya pada saat menjabat Presiden. Kejadian luar biasa ini merupakan sebuah pembelajaran tentang politic education bagi masyarakat Indonesia dan semestinya menjadi teladan bagi generasi penerus kita. Diakui atau tidak, Gus Dur adalah tonggak pembuka kebebasan demokrasi dan informasi serta memunculkan tradisi kepemimpinan baru yang unik. Meskipun Departemen Penerangan dihapus tetapi yang sakit hati hanya departemen terkait. Akan tetapi imbasnya menurut Agus justru semua pihak mampu mendapatkan-keuntungan dengan diambilnya kebijakan tersebut.

Keunikan Gus Dur selalu mewarnai komentar dan penghayatan dalam mengenangnya, seperti ungkapan Subagyo, Gus Dur termasuk pribadi unik dan misterius. Barangkali kalau ada pluralisme, maka akan ada Gus Dur-isme”. Gus Dur juga telah berhasil mengembalikan NU kepada khittah. Pilihan ini membawa komitmen bahwa NU akan kembali untuk mempertajam gerakan sosial kemasyarakatan dan tidak terseret ke dalam politik praktis. Meskipun pada akhirnya beliau membentuk PKB yang kemudian “dijatuh bangunkan” mulai dari kepemimpiflan Matori,Alwi Shihab sampai dengan Muhaimin Iskandar hari ini. Terlepas dari itu semua, sisi baiknya adalah beliau  menjadikan sekian banyak tokoh PKB yang berbeda visi politik dengannya berada dalam satu panggung dengan beliau sehingga mereka berkesempatan menjadj sparring partner dalam sejumlah konflik di tubuh PKB. Subagyo mempertajam analisisnya terkait dengan kondisi PKB, yakni “menurut saya, bisa dikatakan beliau saat itu berupaya mendinamsir situasi internal PKB dalam rangka menciptakan manajemen konflik untuk membesarkan PKB dan konflik itu diciptakan sebagai antisipasi kultur masyarakat NU yang sangat memegang asas kepatuhan dan ketaatan terhadap kyai sehingga akan mendorong aktor-aktor di partai tidak terjebak dalam habituasi ta’dhim kepada kyai yang terlalu eksesif”.

Tidak cukup sampai di situ menurut Subagyo. Dia menangkap ada sisi lain dalam pribadi Gus Dur yakni beliau termasuk salah satu tokoh yang futuristik. Memiliki pemikiran jauh ke depan, bahkan pemikirannya melompat hingga sampai 3-4 dan pikiran orang-orang pada  umumnya. Akhirnya terkesan bahwa beliau adalah pribadi yang selalu membikin geger, aneh dan kontroversial. Jejak itu mampu mengingatkan kita pada peristiwa yang hampir sama dengan perilaku dan pemikiran pada tokoh-tokoh hebat dunia terdahulu. “Sebuah pemikiran yang menggambarkan sebuah kondisi di waktu pemikiran itu terlontar dan suara sang tokoh, produk pemikiran tersebut belum bisa diterima pada zamannya”, begitu Subagyo menegaskan kembali mengenai produk pemikiran Gus Dur.

Bahkan Gus Dur termasuk orang yang memiliki kapasitas penguasaan manajemen konflik dengan cukup memadahi. Setiap ada masalah, Gus Dur mampu mengendalikan secara manajerial. Kesan kebanyakan orang, termasuk Subagyo yang menjadi ciri khas Gus Dur adalah celetukan, “gitu aja koq repot”. Cetelukan ini memberikan ekspektasi bahwa setiap persoalan akan bisa dicarikan pemecahannya dan pemecahan tersebut tidak perlu ribet, cukup dengan cara yang ringan dan sederhana. Gus Dur juga tidak terlalu banyak mengambil pusing ketika memecat jenderal berbintang 4, Jenderal (Purn) Wiranto. Pertimbangan Gus Dur bahwa dia menyandang bintang 9 (baca : bintang Sembilan logo NU). Dibalik semua keunggulannya, menurut Subagyo melihat ada satu kelemahan dan Gus Dur, yakni Beliau tidak memiliki partner. “Gus Dur selalu menjadi single fighter dalam setiap persoalan sedang dihadapi”, kata Subagyo sambil menegaskan tentang kesendirian Gus Dur di kancah pertarungan politik pemerintahannya.

 

Kepedulian Terhadap Tokoh Lintas Negara     

Simpul dari rangkaian diskusi Gus Dur adalah upaya untuk merekonstruksi kembali representasi pernikiran dan tindakan Gus Dur terkait dengan pluralisme, multikulturalisme, dan kepeduliannya terhadap orang-orang tertindas. Seorang yang mengaku aktifis Celaket 10 Malang mengatakan bahwa “selain Presiden SBY menyematkan Bapak Pluralisme dan Multikulturalisme terhadap mendiang Gus Dur, di harian Kompas bulan Januari 2010, negara-negara luar termasuk Amerika telah berencana memberi penghargaan (Award) tokoh pluralisme, tetapi Gus Dur telah tiada mendahului prosesi tersebut.

Perlu diingat dan menjadi memori kita semua, menurut aktifis Celaket ini Gus Dur tergolong pribadi yang clean (bersih) sehingga rnudah diterima. Sosok yang paling care (peduli) pada orang-orang yang tertindas. Profil Gus Dur semacarn ini diakui tidak harìya secara internal di tingkat nasional akan tetapi pengakuan itu muncul pada skala internasional. Jadi menurut aktifis PMII Celaket ini, sudah sepantasnya Gus Dur dianugerahi gelar pahiawan.

Salah satu keunikan yang tidak diperoleh dan pengalaman di antara Presiden yang lain adalah tradisi lawatan ke berbagai negara. Lawatan Gus Dur tidak hanya mengunjungi kepala negara di lintas negara, tetapi justru yang dikunjungi para agamawan dan ruhaniawan. Menurutnya, sebagaimana pendapat aktifis PMII Celaket ini, aturan protokoler kenegaraan yang njelimet membuatnya sulit bertemu dengan para kepala negara. Selain itu, beliau bukan ciri politikus yang berorientasi melanggengkan kekuasaan.  Menurutnya Gus Dur adalah sosok yang menguasai sifat-sifat Rasulullah yang selalu memudahkan urusan, memiliki pemihakan terhadap humanisme. Bahkan lawan bisa menjadi kawan.

Gus Dur memiliki momentum kehadiran sepanjang masa. Klangenan yang menjadi bahan diskusi bagi Lakpesdam telah mengurai memori pengagumnya tentang sosok Gus Dur yang begitu dekat di benak hadirin. Seolah mengisyaratkan bahwa Gus Dur masih dekat dengan para hadirin dan menyiratkan sebuah kerinduan yang luar biasa dan kehilangan yang begitu rupa. Jejak-jejak pemikiran dan laku Gus Dur semoga bisa diruwat oleh pewarisnya, terutama kader muda NU yang begitu mendemam dengan pikiran – pikiran dan sepak terjang politik seorang Abdurrahrnan Wahid.

“Selamat jalan Gus. Kami akan mewarisi, meruwat dan mengimplementasikan permikiran mu Gus.”

Dikutip dari : Buku Gus Dur Sebuah Testimoni Lintas Agama (LAKPESDAM NU Cabang Kota Malang, 2010)