TARIKH

Jejak Para Kyai Legendaris Malang Raya – Kyai Suyuthi Dahlan

KH. Suyuthi Dahlan

(PP. Nurul Ulum Kacuk Malang, 1946-2009 M)

 

Kisah perjalanan hidup Kyai Suyuti Dahlan penuh dengan liku-liku. Beliau lahir sebagai putra seorang ulama besar KH. Ahmad Dahlan. Suyuti kecil terkenal bandel (nakal). Namun, titik balik terjadi ketika dia dewasa. Kyai Suyuti justru menjadi Kyai yang berhasil menyadarkan banyak preman agar bertaubat dan kembali kejalan yang benar.

Misalnya, memori Ahmad Munir 70 tahun, tentang Almarhum KH. Suyuti Dahlan tidak hilang sedikit pun. Lantaran, munir adalah teman sejawat Kyai Suyuti sejak kecil. Keduanya sama-sama tinggal di Jalan Prof. M. Yamin atau di sebelah selatan Pasar Besar, Kota Malang.  Kyai Suyuti kecil tinggal di Gang 1. Sejak kecil, beliau memang diasuh oleh Mbah Zan yang tinggal di daerah tersebut. Sedangkan Ahmad Munir tinggal di Gang IV. “ketika kecil, nakalnya luar biasa Masya Allah,” kata Munir ketika ditemui di rumahnya.

Salah satu bentuk kenakalan Kyai Suyuti kecil adalah seringnya berkelahi dnegan teman yang lain. Sudah berapa kali Munir sering mendapati Kyai Suyuti sedang berkelahi. Akan tetapi, meskipun sering berkelahi dengan pemuda lain,  kyai Suyuti tidak pernah demdam bahkan selesai berkelahi kyai Suyuti merasa tidak berkelahi. Itu artinya, bahwa kyai Suyuti sangat mudah untuk bergaul dengan teman yang lain.

Meskipun dikenal nakal, Kyai Suyuti dan sejumlah pemuda di jalan Prof. M. Yamin masih berprilaku layaknya seorang santri. Dalam artian, tidak pernah meninggalkan ngaji dan sholat. Memang dari dulu anak muda daerah Kidul Pasar ini terkenalnya memang nakal-nakal, tapi masih taat pada perintah agama.

Kyai Suyuti memang terkenal nakal dan bandel, tetapi kharisma dan jiwa kepemimpinan Kyai Suyuti sudah terlihat sejak beliau kecil. Misalnya yang dikatakan oleh Munir bahwa “dia itu megelno, lucu tapi jiwa kepemimpinannya sudah terlihat, contohnya ketika beliau pulang dari pesantren saat liburan, teman-temannya banyak yang ke sana, ini menunjukkan bakat kepemimpinan beliau”. Hal itu menunjukkan bahwa bakat kepemimpinan kyai Suyuti sudah terlihat bagamana teman-teman beliau sowan kerumah kyai Suyuti.

Pendidikan kyai Suyuti memang banyak dihabiskan di pondok pesantren. Di antaranya beliau pernah nyantri di beberapa pesantren tradisional seperti Pesantren Panji, Buduran, Sidoarjo, Pesantren Lasem Jawa Tengah, dan Ponpes Pusat Pendidikan Agama Islam (PPAI) Ketapang. Selepas dari pesantren inilah, Kyai Suyuti menemukan jalannya untuk berdakwah di jalan Allah. Dia mengajar dari Mushalla ke Mushalla yang ada di sekitar Pasar Besar Kota Malang. Sempat juga beberapa kali merintis usaha, tetapi gagal. Beliau juga pernah usaha berjualan kitab, tetapi bangkrut. Sehingga beliau memutuskan untuk menjadi seorang  Ustadz.

Perjalanan hidup beliau berlanjut ketia menikahi st. Khalifatus Zahro, putri Nyai Rohmah Noor yang merupakan pendiri Pesantren Nurul Ulum di Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Sehingga mengantarkan Kyai Suyuti menjadi pengasuh di pondok pesantren ini.

Kharisma kyai Suyuti berlanjut pada waktu dewasa, dimana Kyai Suyuti justru banyak mengajak orang untuk bertaubat. Sudah sangat banyak pemabuk, preman, dan penjudi yang di ajak bertaubat oleh Kyai Suyuti. Awal mulanya Kyai Suyuti mengajak orang untuk bertaubat bermula ketika Kyai Suyuti mendirikan jamaah ngaji dan zikir bernama “Gubuk Bambu”  sekitar tahun 1990-an. Pada waktu itu, Kyai Suyuti bingung ingin mendirikan “Gubuk Bambu” akan tetapi beliau tidak mempunyai lahan, sampai kemudian teman beliau yakni Munir dan tiga teman lainnya sempat mencarikan tempat. Ternyata teman kyai Suyuti menyarankan untuk mendiirkan “Gubuk Bambu” di kompleks PP Nurul Ulum. Walhasil, mertua kyai Suyuti pun sangat senang dan mempersilahkan untuk mendirikan jamaah “Gubuk Bambu” yang masih utuh tempat dimana  “Gubuk Bambu,” di dirikan.        Dari jamaah “Gubuk Bambu” inilah, banyak teman-teman Kyai Suyuti yang masih menjadi preman diajak bergabung, sehingga sudah banyak preman yang bertaubat.

Pada tahun 2009, Kyai Suyuti wafat yang membuat para santri dan masyarakat sekitar merasa sangat kehilangan sosok kyai yang kharismastik. Adapun jamaah “Gubuk Bambu” kemudian diteruskan oleh putra kyai Suyuti bernama Gus Ali Mustofa. Hanya saja, namanya sekarang ada penambahan yakni menjadi “Gubuk Bambu Eling Pati”.  Konon penambahan kata “Eling Pati” ini ketika  Gus Ali Mustofa di Makkah, seolah ada yang membisikkan yakni jadikanlah majelis kamu itu sebagai majelis dzikrul maut atau majelis eling pati. Hingga saat ini setiap minggu malam selalu ada kegiatan di Gubuk Bambu seperti istighosah, dzikir, dan lain-lainnya.  Adapun santri yang datang sekitar dua puluh hingga lima puluh orang, disebabkan karena kebanyakan preman yang sudah bertaubat tidak ikut lagi.

Kegiatan tersebut sekarang ini yang ikut sudah tidak selalu orang dari dunia hitam (preman), juga sudah banyak orang dari kalangan biasa yang ikut. diantaranya beberapa instansi, apalagi ketika menjelang Ujian Nasional (UN) banyak siswa dari kabupaten dan Kota Malang yang ikut Istighosah. Bahkan kampus-kampus di malang raya sering mengadakan istighisah dan dzikir bersama jamaah “Gubuk Bambu Eling Pati”  untuk menyentuh sisi mental spiritual para mahasiswa baru.

 

KH. Suyuthi Dahlan Terkenal Nyentrik, Kuasai Injil

Kyai Suyuti Dahlan memang tidak lulus sekolah dasar (SD). Namun, sikapnya dalam berdakwah sangat terbuka (moderat), dan tidak kaku. Beliau sering memberikan perbandingan antara Al-Qu’an dan Injil. Sikapnya yang luwes membuat dakwahnya mudah diterima oleh semua golongan. Tidak sulit menemukan Pesantren Nurul Ulum di Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Dengan total santri putra dan putri sekitar 900 orang, pesantren ini merupakan salah satu pesantren terbesar di Kota Malang. Kesuksesan Pesantren tersebut merupakan salah satu peninggalan Kyai Suyuti Dahlan, meskipun beliau bukan pendiri Pesantren tersebut, sebagai pengasuh kedua, Kyai Suyuti mempunyai peranan penting dalam mengembangkan pesantren di Jalan A. Satsui Tubun tersebut.

Pesantren Nurul Ulum di dirikan oleh Nyai Rohmah Noor pada 1967 silam. Nah, karena didirikan oleh seorang perempuan itulah, pesantren Nurul Ulum berbeda dengan pesantren pada umumnya yang didirikan oleh seorang Kyai. Awal mulanya, Nyai Rohmah hanya mendirikan pesantren perempuan, dan baru sekitar 1977 silam, didirikanlah pesantren putra. Itu setelah Kyai Suyuti mempersunting anak pertama Nyai Rohmah yakni Kholimatus Zahro. Kyai Suyuti sendiri merupakan putra dari KH. Ahmad Dahlan dari Kelurahan Kidul Dalem, kecamatan Klojen. Sedangkan suami Nyai Rohmah yakni KH. Muhammad Syifa’ sudah meninggal terlebih dahulu pada 1954 atau sebelum pesantren itu didirikan.

Oleh karena itu, pendiri pondok pesantren Nurul Ulum adalah Nyai Rohmah Noor seorang perempuan yang luar biasa. Hal itu diceritakan oleh KH. M. Kamal Fauzi, anak kedua Nyai Rohmah sekaligus pengasuh pesantren putra saat ini. Sedangkan untuk pesantren putri, kini diasuh oleh istri almarhum Kyai Suyuti yakni Kholiamtus Zahro.

KH. Fauzi mengenal Kyai Suyuti sebagai kakak ipar yang sangat luas pengetahuan agamanya. Salah satunya adalah pemahaman ilmu Al-Qur’an dan hadits. Ceramah beliau ini bisa mudah diterima oleh semua elemen masyarakat, mulai dari masyarakat biasa, pejabat, hingga orang terpelajar. Oleh karena itu, Kyai Suyuti sangat dikenal di Kota Malang sebagai penceramah (muballig). Bahkan, seringkali belau di undang ke Hongkong untuk memberi pencerahan kepada tenaga kerja Indonesia (TKI).

Informasi yang lebih detail tentang Kyai Suyuti disampaikan anak pertamanya yakni KH. Gus Ali Mustofa. Menurut dia, orang tuanya merupakan Kyai yang langka, beliau tampil beda. Misalnya ketika  beliau diundang orang, beliau tidak segan-segan duduk di belakang serta berpakaian biasa-biasa dan tidak menampakkan sebagai seorang Kyai. Sebab, beliau memang tidak gila hormat. Sikap nyentrik Kyai yang pernah Nyantri di Ponpes Pendidikan dan Perguruan Agama Islam (PPAI) Ketapang Kepanjen ini juga dia lambangkan dalam menyuarakan kebenaran di tengah-tengah masyarakat. Menurut Gus Ali, ayahnya tidak segan-segan mengkritik pemerintah yang kebiajakannya sewenang-wenang dan tidak adil. Sebagai contoh ketika ada pedagang yang digusur, kyai Suyuti pasti mengkritik pemerintah, boleh menggusur asalkan dicarikan solusinya. Namun di sisi lain, beliau itu sangat dekat dengan siapa pun, mulai dari walikota, pangdam, dan lain-lain, meski beliau tidak lulus sekolah dasar (SD).

Sedangkan dalam hal keagamaan, menurut Gus Ali, ayahnya tidak hanya pandai soal ilmu agama islam. Dia juga paham tentang injil Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Gus Ali ingat betul, kadang ayahnya dalam berceramah banyak membandingkan apa yang ada di Injil dan Al-Qur’an.  Mungkin beliau ingin berdakwah dengan melakukan perbandingan agama, oleh karena itu, Gus Ali juga diterima oleh umat agama lain meski berbeda.

Salah satu contoh kalau Kyai Suyuti diterima oleh umat agama lain ketika wafat pada 2009 silam, ada seorang pendeta yang ikut berta’ziah. Gus Ali sudah lupa namanya, yang dia ingat pendeta tersebut seperti bule tapi lancar dalam berbahasa Indonesia. Ketika Gus Ali tanyakan, pendeta mengaku bahwa dia merupakan teman diskusi kyai Suyuti.

 

Dikutip dari : Buku Jejak Para Kyai Legendaris (Madani, 2016)