TARIKH

Ziarah Pemikiran Gus Dur

Lanjutan (Mengais Perspektif Gus Dur-ian)

Mengais Perspektif Gus Dur-ian
Oleh; Armada Rianto CM
Rektor Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Teologi Harmoni

Gus Dur mengajar sebuah refleksi tentang cara hidup beragama yang pluralis, harmoni. Terdorong oleh itu, saya menggarisbawahi pentingnya dan maknanya teologi harmoni, perspektif pergumulan Gereja Katolik di Asia.

Teologi Dialog sebagai Teologi Harmoni. Dalam perspektif BIRA (Bishops’ Institutefor Interreligious Af fairs) TV/lO dan 11, teologi dialog menemukan bentuknya dalam apa yang disebut teologi harmoni atau teologi keselarasan. Dengan harmoni, dimaksudkan sekaligus secara negatif: tiada pertikaian, tiada persengketaan, mencegah permusuhan; dan secara positif: kerjasama, solidaritas, persaudaraan, sehati sejiwa dalam duka dan kecemasan, kegembiraan dan harapan berjuang bersama-sama demi keadilan dan cinta kasih. Harmoni di sini lebih dimaksudkan sebagal hubungan yang selaras antar pribadi dalam kebersamaan dengan menggalang tekad dan cita- cita yang sama.

Titik tolak BIRA TV/lO dan 11 dalam membangun teologi harmoni ini didasarkan terutama pada kesadaran akan warisan asli budaya tradisional Asia. Dalam pengamatan BIRA TV/lO dan 11. Warisan budaya tradisional Asia pada prinsipnya mengajarkan keselarasan universal. Keselarasan ini tampak bukan hanya dalam hal hubungan antara alam dan manusia, melainkan juga antar manusia. Realitas tampil sebagai satu kesatuan dalam “puisi” keselarasan. Kesatuan realitas ini direfleksikan dalam pribadi manusia dalam perasaan, kesadaran, dan jiwanya yang menyatu dan memiliki keterarahan pada hubungan personal dengan sesamanya. Harmoni diwujudkan dalam hubungan antarpribadi manusia yang menjunjung tinggi keadilan, kebenaran dan cinta, merupakan khas kultur Asia. Teologi harmoni sebagaimana dipikirkan BIRA IV ini lebih bersifat praksis. Jadi berbeda dengan teologi universal (Swidler) dan teologi ekumenis (Hans Küng) yang lebth mengedepankan penggarapan refleksi teoritis.

Sementara itu, dasar biblis-teologis dan teologi harmoni dikatakan BIRA IV Berasal dan Misten Tritunggal Mahakudus yang merupakan komunitas harmonis, yaitu Allah Bapa, Putera, dan Rob Kudus. Disebutkan pula bagaimana Allah telah menciptakan semuanya baik adanya, indah serta harmonis. Teladan hidup dan ajaran Kristus juga menampilkan sikap-sikap yang menjunjung tinggi nilai-nilai harmoni. Kerajaan Allah merupakan realitas yang menampilkan harmoni. Tindakan Roh Kudus yang menyatu padukan bangsa-bangsa dan berbagai bahasa dan suku dalam peristiwa Pentekosta juga menunjukkan contoh keselarasan (Kis 2:1-12).

Bagaimana teologi harmoni ini dijabarkan dalam praksis? BIRA IV dengan inspirasi dan rekomen dasi sidang-sidang sebelumnya (terutama sidang gabungan antara Federation of Asian Bishops’ Conferences dan Christian Conference of Asia di Singapore, tgl. 5-10 Juli 1987) melontarkan gagasan-gagasan:

– Ekologi (kemiskinan Asia disadari sebagai langsung akibat dan alpanya perhatian terhadap keseimbangan alam; kerusakan alam sudah demikian rnengkawatirkan),

– Penghargaan terhadap martabat manusia (konsep dialog hanya menjadi mungkïn ketika martabat manusia adalah bagian pertama dan kesadaran komunikatifnya),

– Pembelaan terhadap pelanggaran hak hak asasi manusia terutama kelompok kelompok minoritas (minoritas hampir di segala tempat dan jaman menjadi    korban; di sini minoritas tak hanya dalam jumlah tetapi juga suara politik),

– Menggalang dialog dan keselarasan antarumat beragama siapa saja (ketika pluralitas merupakan realitas hidup sehari-hari, aktivitas dialogal adalah kepenuhan hidup),

– Pembangunan masyarakat dalam arti seutuhnya (dialog pada intinya mengejar keutuhan tata hidup bersama).

Didesaknya memperhatikan keseimbangan alam, sebab keselarasan hubungan antar pribadi manusia harus pula mengalir dalam tindakan menjaga kelestarian alam. Keselarasan itu harus tercermin dalam penghormatan terhadap alam.

Kepentingan teologi harmoni dewasa ini makin hebat mengingat kondisi global yang mempromosikan kemajuan bentuk-bentuk relasi di satu pihak tetapi juga menyisahkan aneka bencana baru, seperti kelangkaan pangan, kenaikan kebutuhan global energi, dan krisis politik. Umat Kristiani harus makin membuka diri untuk terlibat dan mengkokohkan diri dalam memberikan kontribusi kolaborasi dan harmoni dengan semua umat beragarna: membangun tata hidup bersama yang adil dan sejahtera.

Harmoni tidak dapat direduksi pada sekedar penampakan luar yang selaras, stabil, seragam. Harmoni justru mengandaikan kebalikkannya, plural itas. Harmoni mencakup pengalaman mendasar manusia. Harmoni menuntut keterlibatan seluruh pribadi manusia meliputi perasaan, akal budi, dan hatinya. Itulah sebabnya dialog agama-agama tidak dapat hanya menyentuh sharing ajaran agama, melainkan juga pengalaman iman yang mendalam.  Maksudnya) juga pengalaman hidup keseharian dalam ruang lingkup alamnya. Teologi dialog, dalam konteks BIRA IV, dengan demikian pertama-tama bukan merupakan sisteniatisasi doktrin teologis, melainkan hubungan antarpribadi manusia dalam hidup, kerjasama, dan sharing kehidupan.

Dari pengertian teologi dialog di atas kiranya jelas bahwa beriman Katolik pada akhirnya harus merupakan suatu refleksi yang tak terpisah dan pengalaman hidup sehari-hari. Dalam pergaulan hidup dengan umat agama-agama lain.

Hubungan dengan agama-agama lain tidak boleh dipandang sebagai sekedar sampingan “bila perlu”, melainkan diupayakan dan diperdalam sebagai yang meneguhkan. Menantang. Mengembangkan. Menciptakan perdamaian. Mentransformasikan. Dengan dialog, penghayatan iman menjadi lebih terbuka, merangkul dan mendalam.

 

Terimakasih Gus Dur !

 

Dikutip dari : Buku Gus Dur Sebuah Testimoni Lintas Agama (LAKPESDAM NU Cabang Kota Malang, 2010)